Kamis, 10 Mei 2012


SENGKETA TANAH ANTARA TNI DENGAN WARGA DI DESA SUGIHWARAS, NGANCAR, KEDIRI, JAWA TIMUR

Studi Kasus
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Hukum Pertanahan

Oleh:
Ahmad Khoirul Huda   : C51210120


Dosen Pembimbing:
Muwahhid, SH. M.Hum.

JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Indonesia merupakan Negara agraris yang mayoritas dari penduduknya adalah sebagai petani.Hal ini menunjukakan bahwa sumber ekonomi dan sosial masyarakat tergantung pada alam, pada tata produksi, dan hasil pertanian.Artinya  bahwa mata pencaharian sebagian dari mereka adalah berupa percocok tanam dan berkebun. Tidak menutup kemungkinan mereka akan sulit dalam memenuhi hidup jika tempat atau lahan pencarian mereka diusik dengan adanya pengusuran, apalagi tanpa adanya ganti rugi.
Pada kenyataanya tidak sedikit dari penguasa tindak memberikan porsi adil terhadap masyarakat.Sehingga terjadilah perselisihan yang besar yang dapat memakan korban.Salah satu dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi adanya perselisihan sengketa tanah baik perseorangan ataupun kelompok adalah tidak adanya tanda bukti yang kuat terhadap status tanah jika terdapat sengketa tanah.
Padahal secara hukum, sertifikat tanah merupakan sesuatu bukti kongrit kepemilikan tanah.Seperti dalam kasus yang diangkat diatas merupakan salah satu dari beberapa sengketa tanah yang tidak diketahui siapa pemilik pasti dari tanah tersebut.Karena dari kedua belah pihak tidak mempunyai tanda bukti yang pasti atas kepemilikan tanah.Ini menunjukan betapa pentinya membuat sertifikat tanah terhadap tanah yang memang sudah diakui kepemilikannya.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana status tanah yang disengketakan
2.      Teori apa yang digunakan dalam menyelesaikan sengketa tanah
C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui status dari tanah yang disengketakan
2.      Untuk mengtahui teori apa yang digunakan dalam menyelasaikan sengketa tanah


BAB II
LANDASAN TEORI
Dalam makalah ini akan dibahas pula pisau apa yang digunakan untuk menganalisis dari kasus yang telah ada. Adapun teori yang digunakan dalam makalah ini bukanlah teori tentang peralihan tanah, seperti pengangkatan tanah untuk kepentingan umum, atau peralihan terhadap tanah secara umum yang dapat berupa jual beli, hibbah, atau wakaf, dll.Namun yang dibahas dalam makalah ini adalah ketidak jelasan terhadap status tanah.Artinya ada sebidang tanah yang diakui oleh dua kelompok yang berbeda yang mana keduanya tidak memiliki bukti yang kuat sebagai landasan kepemilikan tanah.Maka landasan teori yang tepat menurut pemakalah adalah Hak Milik dan Hak Pakai, apakah dengan kedua teori ini salah satu dari keduanya dapat dibenarkan atau kedua-duanya dapat dibenarkan tanpa adanya bukti.

1.      Hak Pakai
1.1  Pengertian dan subyek hukum Hak Pakai
Menurut pasal 41 ayat (1) UUPA yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah hak milik orang lain, yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dengan perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUPA.  Kata “menggunakan” dalam hak pakai mempunyai makna hak pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangakan arti dari kata “memungut hasil” dalam hak pakai menunjukkan pada pengertian hak pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya yaitu; pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan.[1]
Adapun mengenai subjek yang mempunyai hak pakai atas tanah yaitu diatur dalam pasal 39 PP Nomor-40 tahun 1996 yakni:
a.       Warga Negara Indonesia
b.      Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
c.       Departemen, lembaga pemerintahan nondepartemen dan pemerintah daerah;
d.      Badan-badan keagamaan dan sosial
e.       Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
f.       Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan internasional.
Sejalan dengan hal tersebut apabila orang atau badan hukum yang dapat menguasai tanah dalam hak pakai tidak memenuhi syarat sebagaimana yang diatur dalam pasal 39 ayat (1) diatas, maka wajib dalam 1 tahun pemegang hak melepaskan atau mengalihkan hak itu pada pihak yang lain yang memenuhi syarat, jika tidak dilakukan maka hak tersebut akan terhapus.
Adapun berkaitan dengan ketentuan yang terdapat dalam pasal 40 diatas dijelaskan bahwa tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai adalah sebagai berikut:
a.       Tanah Negara, yang dilakukan dengan keputusan mentri atau pejabat yang berwenang,
b.       Tanah hak pengelolaan, dilakukan dengan keputusan menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul oleh pemegang pengeloalaan, 
c.       Tanah hak milik seperti dalam pasal 41 ayat(1).
Adapun mengenai hal pendaftaran hak pakai atas tanah baik pada Negara atau hak pengelolaan tetap harus didaftarkan di kantor pertanahan dengan buku tanah sebagai alat bukti hak kepada pemegang hak pakai dan diberikan sertifikat hak atas tanah, yang hal ini diatur dalam pasal 43 ayat 1,2, dan 3. Sedangakan mengenai pendafataran hak pakai atas hak milik diatur lebih lanjut dalam keputusan presiden (pasal 43 ayat 1,2, dan 3). [2]

1.2  Cara memperoleh dan terjadinya Hak Pakai
1.      Hak Pakai atas Tanah Negara
Hak Pakai atas tanah Negara pemberiannya dilakukan dengan keputusan dari mentri atau pejabat yang berwenang. Hak Pakai ini terjadi sejak didaftarkan  kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbikan sertifikat sebagai tanda bukti.
2.      Hak Pakai atas tanah Pengelolaan
Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan.Hak pakai ini terjadi sejak terdaftar di Kantor Pertanahan dalam buku tanah, sebagai tanda bukti hak kepada pemegang hak pakai diberikan sertifikat hak atas tanah.
3.      Hak Pakai atas Tanah Hak Milik
Mengenai tanah hak milik, hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan Akta yang dibuat oleh PPAT.Akata PPAT ini wajib didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.[3]
1.3  Faktor yang menyebabkan hapusnya hak pakai, yaitu:

1)      Berakirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau perpanjangan atau dalam perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya;
2)      Dibatalkan oleh penjabat yang berwenang, pemegang hak pengelolah atau pemilik tanah sebelum jangka waktu berakhir, karena;
a.       Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang Hak Pakai atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam Hak Pakai;
b.      Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban yang tertulang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemberian hak pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan;atau
c.       Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
3)      Dilepaskan secara sukarelaoleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
4)      Hak Pakainya dicabut;
5)      Diterlantarkan;
6)      Tanahnya musnah;
7)      Pemegang Hak Pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Pakai.[4]

2.      Pengertian Hak Milik
2.1  Hak Milik Atas Tanah
Hak milik merupakan salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori hak-hak primer atas tanah, sebab hak milik merupakan hak primer yang paling utama terkuat dan terpenuh, di banding dengan hak-hak primer lainnya.[5]
Menurut pasal 20 ayat (1) UUPA Hak Milik atau di singkat dengan HM adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6.[6]Yang dimaksud turun temurun disini yakni HM atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meeninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi sebagai subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat jika dibandingka dengan hak atas tanah yang lain. Terpenuh artinya HM atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk dari hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain.
Hak milik atas tanah dapat dipunyai oleh perseorangan warga negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah.[7]

2.2  Subjek Hak Milik
Yang dapat mempunyai (Subjek Tanah) tanah Hak Milik menurut UUPA dan peraturan pelaksanaannya adalah:
1.      Perseorangan
Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat (1) UUPA
2.      Badan-badan Hukum
Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA.Adapun badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah hak milik menurut pasal 1 peraturan pemerintah No. 38 Tahun 1993 tentang penunjukan Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah yaitu Bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial.

Bagi pemilik tanah yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek hukum Hak Milik Atas Tanah, maka dalam waktu 1 tahun harus melepaskan atau mengalihkan HM atas tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Apabila hal ini tidak dilakukan, makka tanahnya hapus karena hukum dan tanahnyakembali menjadi tanah yang dikuasai oleh negara (pasal 21 ayat (3) dan ayat (4) UUPA.[8]
Apakah semua tanah kepunyaan bank yang dirikan oleh pemerintah boleh dihakinya dengan hak milik?Tidak. Hak milik hanyalah untuk tanah-tanah yang dipergunakan bank tertentu untuk tempat mendirikan kantor dan perumahan pegawainya. Tanah lainnya misalnya untuk lapangan bola atau gedung pertemuan hanya boleh dihakinya dengan Hak Guna Bangunan.[9]
2.3  Cara Memperoleh Hak Milik Atas Tanah
Tanah sebagai harta yang bernilai ekonomi memiliki karakteristik khusus dalam hal perolehannya, Dr. Ridwan dalam bukunya yang berjudul Pemilikan Rakyat dan Negara atas Tanah Menurut Hukum Pertanahan Indonesia dalam Perspekstif Hukum Islam, menyatakan Hak Milik rakyat atas tanah dapat terjadi melalui tiga cara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 UUPA, yaitu :[10]

1.      Terjadinya Hak Milik menurut hukum adat
Yaitu dengan jalan pembukaan hutan, misalnya pembukaan lahan hutan sebagai lahan pertanian atau perkebunan. Selanjutnya ada juga cara memperoleh Hak Milik tanah menurut hukum adat adalah dengan “aanslibbing”, yaitu pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau, atau laut yang merupakan “lidah tanah”.
Prinsip dasar terjadinya hak milik atas tanah menurut hukum adat adalah pembukaan tanah.Dan perolehan hak atas tanah melalui pembukaan tanah ini telah diatur dalam pasal 46 UUPA.

2.      Terjadinya Hak Milik atas tanah menurut penetapan pemerintah
Hak milik atas tanah ini terjadi karena pemohonan pemberian Hak Milik atas tanah oleh pemohon dengan prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional.Apabila semua persyaratan telah terpenuhi sepenuhnya oleh pemohon, maka kemudian Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Keputusan Pemberian Hak (SKPH) dan untuk selanjutnya diterbitkan sertifikat Hak Milik.
Prosedur dan persyaratan terjadinya Hak Milik atas tanah melalui pemberian hak diatur dalam pasal 8 sampai 16 Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 9 tahun 1999 Tentang Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

3.      Terjadinya Hak Milik atas tanah karena Ketentuan Undang-undang
Terjadinya Hak Milik atas tanah ini terjadi karena ada undang-undang yang menciptakan hak.Sebagaimana diatur dalam Pasal I, Pasal II ayat (2) dan Pasal VII ayat (1) Ketentuan-ketentuan Konversi UUPA.
           

Hak Milik atas tanah juga dapat terjadi melalui 2 cara yaitu :[11]
1.      Secara Originair
Terjadinya Hak Milik atas tanah untuk pertama kalinya menurut hukum adat, penetapan pemerintah, dan undang-undang
2.      Secara Derivatif
Suatu subjek hukum memperoleh tanah dari subjek hukum lain yang semula sudah berstatus Hak Milik. Dengan terjadinya perbuatan hukum tersebut, maka Hak Milik atas tanah yang sudah ada beralih atau berpindah dari subjek hukum yang satu kepada subjek hukum yang lain.
2.4  Jangka Waktu Hak Milik Atas Tanah
Sifat khas dari Hak Milik adalah hak yang turun-temurun terkuat dan terpenuh.Hak yang tidak mempunyai ciri-ciri tiga itu sekaligus, bukanlah Hak Milik.
Turun-temurun artinya hak milik tidak hanya berlangsung selama hidupnya orang yang mempunyai, tetapi dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila pemilknya meninggal dunia.Jangka waktu Hak Milik tidak terbatas.Jadi berlainan dengan Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan, yang jangka waktunya tertentu.[12]
2.5  Hapusnya Hak Milik Atas Tanah
Hukum Pertanahan Indonesia, mengatur hapusnya hak milik sebagaimana disebutkan dalam UUPA Pasal 27 yang menyatakan bahwa hak milik atas tanah akan hapus karena dua sebab yaitu, pertama, tanahnya jatuh kepada negara dan kedua, tanahnya musnah. Tanah menjadi milik negara karena pencabutan hak, penyerahan suka rela oleh pemiliknya, ditelantarkan atau karena ketentuan Pasal 21 ayat 3 dan 26 ayat 2. [13]
Sebab-sebab dari jatuhnya tanah Hak Milik kepada Negara yang disebutkan dalam pasal 27 itu tidak bersifat limitatif, karena kita mengetahui bahwa masih ada sebab-sebab lain. Hak Milik juga bisa hapus dan tanah pun menjadi tanah negara jika pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan peraturan landerform yang mengenai pembatasan maksimum  serta larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee.[14]
2.6  Hapusnya Hak Guna Usaha Atas Tanah
Berdasarkan Pasal 34 UUPA, Hak Guna Usaha hapus karena:
1.      Jangka waktunya berakhir;
2.      Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidah dipenuhi;
3.      Dicabut untuk kepentingan umum;
4.      Dicabut untuk kepentingan umum;
5.      Ditelantarkan;
6.      Tanahnya musnah;
7.      Ketentuan dalam Pasal 30 ayat(2).








BAB III
DESKRIPSI KASUS
A.    Kasus
BERITA - jawa.infogue.com - KEDIRI, RABU - Ratusan warga Desa Sugihwaras Kecamatan Ngancar, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, Rabu (9/7) mendatangi markas Kepolisian Wilayah Kediri. Mereka menuntut penyelesaian kasus sengketa tanah warga dengan Tentara Nasional Indonesia di Desa Sugihwaras yang sudah berlangsung selama puluhan tahun.
Massa datang menggunakan truk bak terbuka.Mereka membawa sejumlah poster berisi tuntutan.Massa sempat berorasi sebentar sebelum akhirnya polisi meminta perwakilan mereka untuk berdialog.
Perwakilan warga akhirnya diajak berdiskusi bersama dengan beberapa pihak terkait yang sengaja dihadirkan, lain Komandan Komando Distrik Militer (Kodim) 0809 Kediri Letkol (inf) Endy Sirvandi, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Kediri Putu Suweken, dan beberapa pegawai dari Kantor Pelayanan Pajak Madya Kediri.
Dialog dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Polwil Kediri AKBP IPG Mahendra Jaya. Kesimpulan dari pertemuan itu adalah menyelesaikan kasus sengketa tanah ini secara hukum perdata di pengadilan.
Mahendra mengatakan, sebelumnya warga telah melaporkan kasus sengketa tanah ini ke Polwil Kediri.Laporan itu ditindaklanjuti dengan penyidikan.Polisi sudah memeriksa beberapa saksi dan juga mengumpulkan barang bukti. Akan tetapi karena kasus sengketa ini lebih mengarah pada perkara perdata, Polwil Kediri tidak bisa melanjutkan proses hukum.
Penyidik hanya bisa memediatori pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan masalahnya secara kekeluargaan.Apabila hal itu tidak menuai hasil, maka disarankan untuk menempuh jalur hukum perdata.
Sebab, menurut Putu Suweken, tanah yang disengketakan yakni seluas 76 hektar berupa tanah perkebunan di Desa Sugihwaras, masih berstatus tanah negara.Menurut silsilahnya, tanah tersebut merupakan tanah perkebunan yang dikelola oleh Belanda pada masa penjajahan.
Hingga saat ini belum ada pihak-pihak yang mengurus sertifikasi atau kepemilikan dari tanah tersebut, baik warga maupun TNI dalam hal ini Kodim 0809 Kediri, ujarnya.
Komandan Kodim 0809 Kediri Letkol Endy mengatakan satu-satunya jalan yang terbaik untuk menyelesaikan sengketa ini adalah melalui jalur hukum. Pihaknya sudah menyiapkan staf khusus yang akan mengurus proses hukum di pengadilan nanti.
Menurut Endy, tanah seluas 76 hektar itu termasuk dalah satu aset milik TNI yang berada di bawah pengawasan Rindam V Brawijaya Malang. Adapun pengelolaan perkebunan ditangani oleh koperasi TNI AD.
Penghasilan dari pengelolaan tanah ini yang menurut warga mencapai Rp 50 juta per tahun, digunakan untuk kepentingan pendukung satuan kerja TNI seperti membeli peralatan militer. Ke depan, tanah ini akan diubah menjadi salah satu zona latihan tempur TNI AD.
Menurut keterangan yang dihimpun dari berbagai pihak termasuk dari Kepala Desa Sugihwaras Bejo Utami, tanah tersebut dulunya memang milik Belanda yang merupakan hasil rampasan dari tanah rakyat.
Pada saat Belanda pergi, rakyat berusaha menguasai kembali tanah perkebunan.Akan tetapi pada saat terjadi peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, TNI mengambil alih pengelolaan hingga sekarang.






BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
Pada kasus diatas sudah jelas digambarkan bahwa yang melakukan sengketa tanah adalah warga desa dengan TNI.Serta permasalahan dalam kasus diatas adalah ketika terjadi sengketa dari kedua belah pihak yang bersengketa tidak mampu menunjukkan tanda bukti kepemilikan tanah.Maka dari itu sebelum jauh menganalisis dari kasus diatas pemakalah terlebih dahulu menjelaskan pisau analisis yang digunakan.
Selanjutnya jika Hak Pakai dikaitkan dengan warga. Pertanyaan yang pas adalah “Apakah warga bisa dibenarkan atas kepemilikan tanah yang disengketakan?”.
Melihat dari penjelasan di atas bahwa tanah yang dapat diberikan dengan jalan hak pakai adalah tanah Negara, tanah hak pengelolaan, dan tanah Hak Milik.Namun penekanannya dalam kasus ini adalah tanah Negara, karena dalam kasus tersebut tidak dijelaskan secara eksplisit bahwa tanah tersebut milik perorangan atau lembaga yang diberikan kepada peorangan, maka secara langsung tanah tersebut adalah milik Negara.
Warga dapat memperoleh hak pakai atas tanah Negara jika didaftarkan di kantor pertanahan, dengan buku tanah sebagai alat bukti hak kepada pemegang hak pakai dan diberikan sertifikat hak atas tanah. Maka ketika warga berkeinginan memperoleh hak pakai maka harus didaftarkan dahulu untuk memperoleh alat bukti sebagai pemegang hak pakai.
Sudah jelas dalam kasus ini warga tidak dapat memberikan alat bukti berupa sertifikat sebagai pemegang hak pakai, maka secara otomatis warga tidak dapat dibenarkan sebagai pemilik tanah dengan Hak Pakai.Dengan tidak adanya alat bukti tanah menunjukkan bahwa pengguaan tanah selama itu merupakan penggunaan tanah secara illegal, karena tanpa sepengetahuan Pemerintah yang berwenang.
Pembahasan selanjutnya adalah bagaimana jika hak pakai dikaitkan dengan TNI. Secara definitif, status kepemilikan tanah tidak dapat dihubungkan dengan TNI, karena hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan memunggut hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah orang lain yang memberikan wewenang kepada orang lain.
Sedangkan secara prosedurnya pula pihak TNI tidak dapat dibenarkan karena hak pakai atas Negara dapat diperoleh jika didaftarkan di kantor pertanahan, dengan buku tanah sebagai alat bukti hak kepada pemegang hak pakai dan diberikan sertifikat hak atas tanah. Selain itu juga, ketika terjadi sengketa pihak TNI tidak mampu menunjukan bukti kepemilikan atas tanah berupa sertifikat. Walaupun tanah yang disengketakanakan akan digunakan untuk kepentingan Negara maka tanah tersebut tidak dapat dipihakkan kepada TNI, karena tidak ada bukti yang melegalkannya.
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut kacamata teori Hak Pakai, tanah yang disengketakan oleh warga dengan TNI merupakan tanah yang statusnya adalah tanah milik Negara, karena dari keduanya tidak dapat menunjukkan bukti yang jelas atas kepemilikkannya.Maka tanah tersebut dikembaliakan berdasarkan letak dari tanah tersebut adalah Negara.
Keterangan diatas menjelaskan bahwa warga dan TNI tidak dapat dikatakan sebagai pemegang dan pemilik tanah yang disengketakan berdasarkan kaca mata Hak Pakai.
Selanjutnya jika keduanya (warga dan TNI) dihubungkan dengan teori hak milik apakah keduanya dapat dikatakan sebagai pemeroleh hak milik atau tidak dapat dikatagorikan sebagai pemeroleh hak milik sama sekali?
Hak Milik dapat terjadi karena adat, penetapan pemerintah, dan karena ketentuan Undang-Undang.Asal mula dari tanah yang disengketakan adalah tanah bekas penjajah Belanda yang dirampas oleh rakyat kemudian diambil alih kembali lagi oleh TNI.
Dilihat dari perolehan tanah secara Hak Milik maka warga tidak termasuk dalam cara perolehan yang dijelaskan diatas. Secara adat, tanah tersebut tidak merupakan tanah yang kosong karena tanah tersebut telah diambil alih oleh TNI walaupun tanpat sertifikat.Jika perolehan atas penetapan pemerintah, juga tidak termasuk karena tidak ada sertifikatnya.Artinya jika persyaratan dan ketentuan dari Badan Pertanahan Nasional sudah dipenuhi oleh warga maka Badan Pertanahan Nasional menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH), dan selajutnya diterbitkan sertifikat Hak Milik.Namun dalam kasus ini tidak ada bukti dari warga atas terjadinya Hak Milik atas tanah menurut penetapan pemerintah.
Sedangkan jika TNI dilihat dengan teori hak milik.Maka jika ditinjau dari perolehan secara adat maka bisa dibenarkan karena, tanah yang disengketakan merupakan tanah merupakan tanah berdasarkan rampasan dari Belanda yang diserahkan kepada TNI. Maka tanah ini merupakan tanah milik TNI, namun sayangnya dari pihak TNI tidak membuat surat tanda bukti kepemilikan. Sehingga ketika terjadi sengketa tanah pihak TNI tidak dapat menmbuktikan secara kuat atas kepemilikannya.


BAB V
PENUTUP
A.    Simpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.      Warga dan TNI tidak memperoleh kewenangan atas tanah jika dilihat dari kacamata Hak Pakai. karena dalam hal ini tanah yang disengketakan merupakan tanah Negara, maka pemberian tanah tersebut merupakan pemberian yang dilakukan atas keputusan mentri yang kemudia didaftarkan dan diterbitkan sertifikat. Jika tidak ada barang bukuti maka yang bersangkutan tidak memiliki surat pemberian kewenangan pemerintah dan mentri.
2.      Warga tidak dapat memperoleh kewenangan atas tanah jika dilihat dari teori Hak Milik. Karena 1). tanah tersebut pada mulanya diserahkan dan diwenangkan kepada TNI, maka asal pemilik dari tanah tersebut adalah TNI. 2). Tanah tersebut bukan pula terjadi karena Hak Milik atas Tanah Negara, karena warga tidak dapat menunjukkan sertfikat sebagai tanda bukti bahwa warga memohon kepada Badan Pertanahan Nasional untuk memberikan Hak Milik.
3.      TNI dapat dibenarkan jika dilihat dari terjadinya hak milik menurut hukum adat. Karena dilihat dari asal tanah tersebut merupakan tanah milik pemerintah Belanda yang dirampas oleh rakyat kemudian diberikan kepada TNI, hanya saja TNI tidak membuat sertifikat tanah.











Daftar Pustaka
Perangin,Effendi.1991.Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang PraktisiHukum. Jakarta: CV. Rajawali.
Ridwan.2010. Pemilikan Rakyat dan Negara atas tanah Menurut Hukum Pertanahan Indonesia Dalam Perspektif Hukum Islam.Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI.

Santoso, Urip. 2005. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Santoso, Urip.2012. Hukum Agraria Kajian Komperhensif. Jakarta: Kencana.
Supriadi.2007. Hukum Agraria. Jakarta: Sinar Grafika


[1]Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta:Kencana, 2010) hal 106
[2]Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal 118-119
[3]Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta:Kencana, 2010) hal 117
[4] Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komperhensif, Jakarta, Kencana, 2012, hal 128
[5] Supriadi, Hukum Agraria, (Jakarta, Sinar Grafika: 2007), hal 64
[6] UUPA, hal, 564
[7] Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta, Kencana prenada media group: 2012), hal 92-93
[8] Dr. Urip Santoso, Hukum Agraria, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group: 2012), hal 95
[9] Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, ( Jakarta, Rajawali Pers:1991) hal, 240
[10] Ridwan, Pemilikan Rakyat dan Negara atas Tanah Menurut Hukum Pertanahan Indonesia dalam
Perspekstif Hukum Islam.(Jakarta : Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010) hal.
   265
[11] Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta, Kencana Prenada Media 
    Group: 2005) hal 96
[12] Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), hal. 236-237
[13] Ridwan, Pemilikan Rakyat dan Negara atas tanah Menurut Hukum Pertanahan Indonesia \
    Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010)
hal. 311
[14] Effendi Perangin, Hukum Agraria di Indonesia, Suatu Telaah dari Sudut Pandang Praktisi
Hukum, (Jakarta: CV. Rajawali, 1991), hal. 256

Tidak ada komentar:

Posting Komentar